Saat ini di Indonesia.masih banyak yang belum
menyadari dan memahami pekerjaan dan pentingnya digital forensik. Kita akan
berbincang-bincang mengenai hal tersebut dengan Ruby Alamsyah, ahli digital
forensik Indonesia.
Menurut Ruby Alamsyah, digital forensik atau
terkadang disebut komputer forensik adalah ilmu yang menganalisa barang bukti
digital sehingga dapat dipertanggungjawabkan di pengadilan. Barang bukti
digital tersebut termasuk handphone, notebook, server,
alat teknologi apapun yang mempunyai media penyimpanan dan bisa dianalisa.
Ruby mengatakan, saat ini pekerjaannya tersebut belum
ada undang-undang (UU) yang melindunginya. Indonesia sangat membutuhkan UU yang
mengarah ke digital forensik karena di semua negara maju sudah memiliki UU
Digital Forensik. Paling tidak, kita harus memiliki peraturan pemerintah (PP)
tentang Digital Forensik. Kemarin kita memiliki UU Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE) yang memuat ketentuan mengenai transaksi elektronik.
Dari UU
ITE sebaiknya ada PP tentang digital forensik. Biasanya di negara-negara maju, Departemen
Kehakiman mereka membuat sebuah peraturan khusus mengenai digital forensik. Itu
agar bisa menjadi rujukan bagi penegak hukum atau siapapun nanti di pengadilan.
Salah satu tujuannya agar tidak terjadi lagi seperti kasus Prita, dimana
seorang awam bisa dijegal oleh UU ITE tanpa proses digital forensik yang tepat
yang dilakukan oleh seorang penyidik.
Berikut ini wawancara Jaleswari
Pramodhawardani dengan Ruby Alamsyah.
Saat mendengar kata digital forensik
maka bayangan saya adalah sesuatu yang berkaitan ilmu kedokteran. Apa
sebetulnya digital forensik?
Digital forensik itu turunan dari disiplin ilmu
teknologi informasi (information technology/IT) di ilmu komputer, terutama
dari ilmu IT security. Kata forensik itu sendiri secara umum
artinya membawa ke pengadilan. Digital forensik atau kadang disebut komputer
forensik yaitu ilmu yang menganalisa barang bukti digital sehingga dapat
dipertanggungjawabkan di pengadilan.
Apa saja yang termasuk barang bukti
digital forensik?
Semua barang bukti digital (any digital evidence)
termasuk handphone,notebook, server, alat
teknologi apapun yang mempunyai media penyimpanan dan bisa dianalisa.
Kapan mulai marak di Indonesia?
Baru satu-dua tahun belakangan ini saja, itu pun
para ahlinya masih terbatas. Ilmu ini harus benar-benar bisa
dipertanggungjawabkan, tidak hanya di laporan saja tapi juga di
pengadilan. Di Indonesia ahlinya masih sangat jarang karena mungkin tidak
terlalu banyak orang IT yang aware di bidang ini. Yang kedua,
mungkin masih banyak orang IT yang takut bila ini dikaitkan dengan hukum. Kalau
saya senang sekali ilmu IT dikaitkan dengan ilmu hukum.
Apakah profesional digital forensik
seperti anda banyak atau tidak di Indonesia ?
Terus terang kalau dari segi jumlah belum cukup.
Selama tiga tahun terakhir saya juga menjadi trainer di IT
security training, dan saya sudah melatih lebih dari 30 orang mengenai
digital forensik, bukan IT yang lain. Kebanyakan peserta training saya
adalah pekerja di sektor corporate, kerja di bank, perusahaan
swasta. Jadi mereka menggunakan ilmu forensiknya untuk internal perusahaan
semata sehingga jarang terekspos di publik.
Bagaimana mekanisme kerja seorang ahli
digital forensik?
Ada beberapa tahap, yang utama adalah setelah
menerima barang bukti digital harus dilakukan proses acquiring, imaging
atau bahasa umumnya kloning yaitu mengkopi secara presisi 1 banding 1 sama
persis. Misalnya ada hard disc A kita mau kloning ke hard
disc B, maka hard disc itu 1:1 persis sama isinya
seperti hard disc A walaupun di hard disc A sudah tersembunyi
ataupun sudah dihapus (delete). Semuanya masuk ke hard discB.
Dari hasil kloning tersebut barulah seorang digital forensik melakukan
analisanya. Analisa tidak boleh dilakukan dari barang bukti digital yang asli
karena takut mengubah barang bukti. Kalau kita bekerja melakukan kesalahan di hard
disk kloning maka kita bisa ulang lagi dari yang aslinya. Jadi kita
tidak melakukan analisa dari barang bukti asli. Itu yang jarang orang tahu.
Kedua, menganalisa isi data terutama yang sudah
terhapus, tersembunyi, terenkripsi, dan history internet
seseorang yang tidak bisa dilihat oleh umum. Misalnya, apa saja situs yang
telah dilihat seorang teroris, kemana saja mengirim email, dan
lain-lain. Bisa juga untuk mencari dokumen yang sangat penting sebagai barang
bukti di pengadilan. Jadi digital forensik sangat penting sekarang. Menurut
saya, semua kasus perlu analisa digital forensik karena semua orang sudah
memiliki digital device, kasarnya, maling ayam pun sekarang
memiliki HP dan HP tersebut bisa kita analisa.
Asumsinya, orang yang mempunyai keahlian
seperti Anda tentu harus berlatar belakang IT atau komputer, betulkah?
Ya, karena ilmu digital forensik itu turunan dari IT
security. Jadi bisa dikatakan orang yang sudah terjun di IT
security maka mau tidak mau harus mengetahui secara general seluruh
ilmu IT. Itu karena untuk menjaga keamanan IT-nya maka dia harus tahu
detailnya.
Apa kasus pertama yang Anda tangani?
Kasus pertama saya adalah artis Alda, yang dibunuh
di sebuah hotel di Jakarta Timur. Saya menganalisa video CCTV yang terekam di
sebuah server.Server itu memiliki hard disc.
Saya memeriksanya untuk mengetahui siapa yang datang dan ke luar hotel.
Sayangnya, saat itu awareness terhadap digital forensik dapat
dikatakan belum ada sama sekali. Jadi pada hari kedua setelah kejadian
pembunuhan, saya ditelepon untuk diminta bantuan menangani digital forensik.
Sayangnya, kepolisian tidak mempersiapkan barang bukti yang asli dengan baik.
Barang bukti itu seharusnya dikarantina sejak awal, dapat diserahkan kepada
saya bisa kapan saja asalkan sudah dikarantina. Dua minggu setelah peristiwa
alat tersebut diserahkan kepada saya, tapi saat saya periksa alat tersebut
ternyata sejak hari kedua kejadian sampai saya terima masih berjalan merekam.
Akhirnya tertimpalah data yang penting karena CCTV di masing-masing
tempat/hotel berbedasettingnya. Akibat tidak aware, barang
bukti pertama tertimpa sehingga tidak berhasil diambil datanya.
Pertama kali Anda diminta oleh
kepolisian atau para penegak hukum untuk membantu meneliti, bagaimana mereka
mengetahui Anda karena digital forensik merupakan pengetahuan baru?
Terus terang sewaktu awal memperkenalkan digital
forensik ke publik pada 2006, saya bisa dikatakan nekat. Kalau saya tidak
terjun membantu kepolisian, maka ilmu saya tidak berguna karena saat itu awarenessterhadap
digital forensik belum ada. Jadi saya mencoba mendekatkan dulu kepada penegak
hukum agar bisa saya rekatkan awareness tersebut.Alhamdulillah,
setelah tiga bulan di lingkup penegak hukum yang saya kenal pada level
kepolisian daerah (Polda) dan markas besar (Mabes), mereka sudah sangat aware terhadap
digital forensik. Sampai 2009 banyak kasus yang saya bantu. Saya senang
mendengar ketika polisi mengatakan, "Ada barang bukti digital, tunggu
Ruby." Ini bukan masalah Ruby sebenarnya, tapi masalah digital
forensiknya. Ketika sudah aware maka mereka tidak menganalisa
barang bukti sembarangan sehingga nantinya tidak dibantah di pengadilan.
Sebenarnya mereka mengenal saya berawal dari mulut
ke mulut. Saya membantu tim satu lalu tim dua dan lama-lama tim yang saya bantu
naik pangkat sampai ke level Mabes. Kini lebih dari delapan Polda di seluruh
Indonesia yang saya sudah pernah bantu dari Medan sampai Papua. Penegak Hukum
yang pernah saya bantu itu adalah polisi, jaksa, pengacara dan sekarang sudah
mulai banyak perusahaan.
Jadi bukan hanya penegak hukum saja yang
membutuhkan keahlian Anda, tapi sudah banyak pihak?
Ya, sudah banyak pihak. Misalnya di perusahaan, jika
ada kasus yang mungkin tidak mau diketahui oleh umum, publik, penegak hukum,
maka mereka suka memakai jasa kita untuk menganalisa barang bukti digital di
internal mereka. Jadi sejak 2006 sampai sekarang saya berusaha meningkatkan awareness terhadap
digital forensik.
Apakah Anda bisa membagikan informasi
mengenai kasus lain, misalnya, kasus Bank Century?
Kalau kasus seperti itu tidak bisa. Namun secara
umum bisa dikatakan orang IT atau perbankan yang mengerti IT pasti sudah
mengatakan semua yang terkait kasus Bank Century pasti ada data bukti digital
seperti di komputer, server, handphone direksi atau pelaku
yang disangkakan. Semestinya bukti digital itu ada karena sebuah bank melakukan
transaksi apapun pasti terekam oleh sistem.
Saya paham dan menghargai Anda. Apakah
Anda memang mempunyai komitmen dengan lembaga yang menugaskan Anda untuk
menyimpan informasi tersebut?
Sebenarnya bukan komitmen saya dengan lembaga tapi
itu kode etik saya sebagai profesional. Di sertifikasi dan lisensi saya memang
tidak boleh.
Bagaimana untuk kasus Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berantem dengan Kepolisian RI (Polri)
Kalau kasus berantem KPK dengan Polri mungkin saya
belum bisa mengatakannya sekarang. Sedangkan untuk kasus Antasari Azhar (ketua
KPK yang diberhentikan) terkait kasus pembunuhan Nasrudin bisa dikatakan cukup
banyak barang bukti digital. Jadi dibutuhkan seorang ahli digital forensik
untuk menganalisanya. Namun saya tekankan kembali, bukan keahlian seorang Ruby
yang penting, tetap yang penting adalah yang ada di barang bukti tersebut.
Kalau seorang Ruby atau seorang ahli digital forensik memang menganalisa sesuai
prosedur dan teori yang ada. Itu pasti bisa terungkap asalkan penegak hukum
bisa mendapatkan barang bukti yang tepat.
Apakah penegak hukum tidak pelit dalam
membagi bukti digital forensik?
Kalau sudah terjadi kasus biasanya semua penegak
hukum mau tidak mau akan berbagi. Intinya, setiap penegak hukum yang saya kenal
cukup intelek, pintar mendapatkan barang bukti yang tepat. Akhirnya, saya bisa
analisa, dan keluarkan laporannya, lalu laporan itu bisa dipakai di pengadilan
sesuai teori yang ada. Itu yang penting.
Apakah orang seperti Anda perlu
"dikloning"?
Sudah banyak kok ahli digital
forensik walaupun meningkat secara perlahan. Di tim saya sudah ada lima orang
junior yang sudah membantu saya. Semakin hari cukup banyak kasus yang kami
tangani baik dari penegak hukum maupun dari pihak lain.
Apa yang menjadi keluhan Anda selama
proses identifikasi dalam digital forensik ini?
Berdasarkan pengalaman saya dengan penegak hukum,
hal yang sangat penting yaitu keterlibatan digital forensik dengan tim di kasus
tersebut dan keterbukaan informasi. Jadi satu sama lain bisa saling membantu,
sehingga mendapatkan data yang benar-benar sangat valid dan bisa dianalisa.
Terkadang kendalanya adalah kita mendapatkan data yang tidak ada hubungannya,
tidak valid sehingga akhirnya tidak dapat dianalisa. Kendala utama di situ.
Kalau tim yang sudah biasa bekerja sama dengan saya biasanya lebih terbuka,
akhirnya kita bisa mencari data mana yang paling penting dan bisa dianalisa.
Yang paling penting mendapatkan data karena saya pasti tidak dapat bekerja jika
tidak ada data. Nothing pekerjaan saya, jika tidak ada data
untuk dianalisa. Jadi awalnya kita harus dapat terlebih dahulu data digitalnya
tersebut.
Apakah pekerjaan ini dilindungi oleh
undang-undang (UU)?
Kalau saya sering dilindungi oleh pihak penegak
hukum di beberapa kasus. Kalau dilindungi oleh undang-undang belum ada. Terus
terang, menurut saya, Indonesia sangat membutuhkan UU yang mengarah ke digital
forensik karena di semua negara maju sudah memiliki UU Digital Forensik. Kemarin
kita memiliki UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang memuat ketentuan
mengenai transaksi elektronik, tapi belum menuju ke arah cyber law.
Menurut saya, UU ITE tersebut harus dijabarkan dalam peraturan pemerintah
mengenai digital forensik. Itu karena saya melihat dari 11 pasal larangan yang
ada di dalam UU ITE memakai pembuktian harus dengan digital forensik. Tanpa
digital forensik tidak dapat dibuktikan, pasti tidak sah semua. UU ITE pun
seharusnya memiliki turunan Peraturan Pemerintah (PP) tentang ketentuan digital
forensik. Biasanya di negara-negara maju, Departemen Kehakiman mereka membuat
sebuah peraturan khusus mengenai digital forensik, jadi prosedurnya seperti
itu. Itu agar bisa menjadi rujukan bagi penegak hukum atau siapapun nanti di
pengadilan. Saat ini kita biasanya di pengadilan membantah dengan hanya teori.
Apakah ada perbedaan mendasar antara
ahli digital forensi dengan ahli IT lainnya?
Ini bisa saya jawab dengan tiga hal penting yang
dilakukan. Satu, digital forensik dilakukan oleh seorang ahli, biasanya
memiliki sertifikasi/lisensi internasional. Kebetulan saya memilikinya. Kedua,
menggunakan tools yang tepat, baik hardware maupun software yang
sesuai forensik. Maksudnya forensik adalah memang dibuat spesifik untuk
forensik sehingga dapat melakukan analisa secara valid tanpa mengubah barang
bukti digital. Yang saya tahu secara umum, biasanya orang yang mengaku itu
tidak menggunakan tools yang tidak tepat. Akhirnya barang
bukti bisa diragukan. Hal ketiga yang paling penting adalah melakukan digital
forensik sesuai prosedur standar internasional. Dimanapun sama prosedurnya,
biasanya sudah dimasukkan ke dalam UU atau PP.
Saya ingin mengetahui keahlian Anda
dalam mengoprek-oprek data sehingga tidak mungkin orang awam bisa memunculkan
kembali sebuah data?
Saya pelihatkan sebuah studi kasus. Ada sebuah kasus
menarik dimana tugas saya mencari dokumen yang ditenggarai hilang dan
lain-lain. Akhirnya saya bisa mendapatkan sebuah dokumen dari sebuah hard
discyang sudah berusia kurang lebih empat tahun. Padahal hard disc tersebut
sudah terformat tiga kali dan sudah diisi sistem operasi yang berbeda tiga kali
juga. Yang lebih menarik lagi, data yang saya temukan adalah data yang diketik
saja, lalu dicetak dan tanpa disimpan. Jadi orang tersebut tidak menyimpan
file. Menurut saya, dengan ilmu digital forensik maka hal itu menjadi possible.
Tanpa ilmu digital forensik maka itu bisa impossible. Hal itu yang
paling menarik dan paling sulit. Kita masih dapat file ketikan
dia saat itu. Inilah kemampuan digital forensi karena mampu memunculkan data.
Kembali ke ilmu dasar komputer yaitu bagaimana data itu diolah oleh sebuah device.
Kasus kematian David (mahasiswa Indonesia-Red)
di Singapura dimana kabarnya polisi Singapura menahan data-data digital
forensik terkait. Apakah Anda ikut terlibat dengan kasus ini?
Iya, saya terlibat dalam kasus tersebut sejak awal.
Barang bukti digital yang paling penting adalah notebook, handphone dan flashdisk David
yang disita Polisi Singapura. Sebelum bulan puasa, kita ke Singapura dan
diterima oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI). Polisi Singapura datang
ke KBRI untuk mau menyerahkan kembali barang bukti digital. Saat itu saya
menemani keluarga korban untuk mendampingi penerimaan penyerahan tersebut. Pada
saat penyerahan tersebut, saya meminta sesuatu yang secara forensik itu
prosedural. Saat itu polisi Singapura menjawab mau memberikannya, tapi
membutuhkan proses 1-2 hari. Kita tunggu sampai satu bulan, ternyata polisi
Singapura dengan surat resmi menjawab tidak mau memberikan hal-hal yang saya
minta.
Apa yang Anda minta kepada polisi
Singapura?
Saya hanya meminta polisi menandatangani HAS/Digital
Fingerprints. Kalau di barang bukti tradisional ada sidik jari, maka di
barang bukti digital juga ada sidik jari. Saya hanya butuh sidik jari barang
bukti digital saat mau diserahkan ke keluarga David. Kalau di komputer
forensik, sidik jarinya ada 32 digit. Saya mau mereka tanda tangani sidik jari
digital tersebut untuk saya analisa kembali di Jakarta. Saya mau membandingkan hasil
yang didapatkan polisi Singapura dengan hasil yang saya dapat, apakah sama atau
tidak. Untuk mengkomparasi itu harus disepakati dahulu sidik jarinya sama. Kalau
sidik jarinya tidak sama maka polisi Singapura bisa mengatakan Ruby menganalisa
dari barang bukti digital yang berbeda. Sidik jari digital itu sangat penting
karena satu kata atau satu spasi saja akan bisa membuat berubah isi satu hard
disc. Itu sebenarnya sebuah prosedur standar yang berlaku secara
internasional.
Polisi Singapura akhirnya tidak mengizinkan dan saya
dapat memberikan kesimpulan berdasarkan ilmu yang saya miliki bahwa memang
benar ada sesuatu yang disembunyikan polisi Singapura. Kalau selama ini pihak
pengacara dan keluarga mengatakan demikian, maka saya berdasarkan ilmu saya
dapat meyakinkan kembali bahwa ada yang disembunyikan karena hal yang saya
minta itu sangat prosedural dan sangat standar. Kalau tidak ada yang
disembunyikan pasti dikasih.
Saya membayangkan kerja seperti Anda
banyak yang mendukung tetapi juga banyak yang menolak. Yang mendukung adalah
orang yang meminta bantuan Anda, sedangkan yang menolak adalah orang yang
merasakan dirugikan dengan hasil kerja Anda. Apakah Anda pernah mendapatkan
teror?
Bukan mau sombong, selama ini belum ada teror karena
saya selalu menekankan satu hal, baik di saat bekerja maupun menjadi saksi ahli
pengadilan, yaitu profesionalisme dan berdasarkan teori apa adanya. Saya
bekerja berdasarkan fakta yang ada di bukti digital saja.
Apa kira-kira harapan Anda ke depan
dalam konteks kerja Anda?
Harapan ke depan, ada PP tentang digital forensik
yang tepat agar penyidik, jaksa, atau masayarakat umum dapat memahami digital
forensik. Salah satu tujuannya agar tidak terjadi lagi seperti
kasus Prita, dimana seorang awam bisa dijegal oleh UU ITE tanpa dilakukan
proses digital forensik yang tepat oleh seorang penyidik. Kalau tidak ada
tentang digital forensik, maka penyidik atau siapapun bisa menuduh siapapun
sekarang bahwa saya Ruby mengirim e-mail sekian. Lalu dia print saja. Kalau
print saja, tidak ada ilmunya di digital forensik. Itu semestinya ditelusuri
dan itu ada cara pelacakannya. Jadi kalau sudah ada standar operasional
prosedur (SOP) yang dimuat di sebuah PP, nanti penyidik mengetahui prosedur
yang tepat. Jadi masyarakat umum tidak takut. Penyidik juga jika mau menuntut
kita dengan sesuatu yang valid, tidak asal-asal lagi.
Apakah bersedia memberikan e-mail Anda
untuk pengemar?
E-mail saya bisa di ruby@jarnus.com
Sumber : http://www.perspektifbaru.com/wawancara/708
0 komentar:
Posting Komentar